Di sisi lain, dalam melaksanakan tugas penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang:
· Melakukan penyadapan
dan merekam pembicaraan;
· Memerintahkan
kepada instansi terkait melarang seseorang keluar negeri;
· Minta keterangan
kepada berhenti dari jabatannya;
· Meminta data
kekayaan dan Memerintahkan bank/lembaga keuangan untuk blokir rekening yang diduga
milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait;
· Memerintahkan
kepada pimpinan data pajak tersangka/terdakwa kapada instansi terkait;
· Menghentikan
sementara transaksi keuanganbank/lembaga keuangan tentang keadaan keuangan
tersangka/terdakwa;
· /atasan tersangka untuk, perdagangan dan perjanjian lainnya/pencabutan izin, lisensi, serta konsensi;
· Meminta bantuan
interpol atau instansi penegak hukum negara lain untuk mencari, menangkap, dan
menyita barang bukti di luar negeri;
· Meminta bantuan
kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan,
penahanan, penggeladahan, dan penyitaan dalam perkara TPK yang sedang
ditangani.
Analog dengan penyakit, memberantas korupsi tidak bisa dilakukan hanya melalui tindakan kuratif (pengobatan). Tak kalah penting adalah tindakan preventif, yakni segala upaya yang berkaitan dengan aspek pencegahan. Meski terkesan kurang “menarik” atau kurang “atraktif”, namun sejatinya pencegahan merupakan terapi yang cukup ampuh dalam pemberantasan korupsi.
Pemberantasan
korupsi melalui pencegahan lebih bersifat “jangka panjang”, karena antara lain
terkait dengan penanaman nilai-nilai antikorupsi dan pembentukan karakter. Hal
ini berbeda dengan upaya penindakan, yang lebih bersifat shock therapy dan
penumbuhan efek jera.
Dalam menjalankan tugas pencegahan tersebut, KPK berwenang
melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut:
• Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan
harta kekayaan penyelenggara Negara;
• Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
• Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap
jenjang pendidikan;
• Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi
pemberantasan tindak pidana korupsi;
• Melaksanakan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
• Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Di antara berbagai kewenangan tersebut, pendaftaran dan
pemeriksaan terhadap LHKPN memiliki peran cukup strategis. LHKPN bisa menjadi
media kontrol bagi pejabat dan penyelenggara negara, karena bisa mencerminkan
berapa banyak penambahan kekayaannya pada saat menduduki jabatan publik dalam
rentang waktu tertentu. Hal ini dimungkinkan, karena pendaftaran LHKPN
dilakukan, antara lain pada saat penyelenggara negara mulai menduduki jabatan
dan pada saat berakhirnya masa jabatan tersebut. Jika penambahan kekayaan
dianggap tidak masuk akal, penyelenggara negara tersebut layak dicurigai telah
memperoleh harta secara tidak sah.
Di antara berbagai kewenangan tersebut, pendaftaran dan
pemeriksaan terhadap LHKPN memiliki peran cukup strategis. LHKPN bisa menjadi
media kontrol bagi pejabat dan penyelenggara negara, karena bisa mencerminkan
berapa banyak penambahan kekayaannya pada saat menduduki jabatan publik dalam
rentang waktu tertentu. Hal ini dimungkinkan, karena pendaftaran LHKPN
dilakukan, antara lain pada saat penyelenggara negara mulai menduduki jabatan
dan pada saat berakhirnya masa jabatan tersebut. Jika penambahan kekayaan
dianggap tidak masuk akal, penyelenggara negara tersebut layak dicurigai telah
memperoleh harta secara tidak sah.
Sedangkan kepada mahasiswa, pendidikan juga diberikan ke
dalam maata kuliah Pendidikan Antikorupsi. Sementara kepada masyarakat umum,
KPK memiliki Anti Corruption Learning Center (ACLC), yang merupakan pusat
pendidikan antikorupsi. ACLC fokus pada pengembangan kapasitas “corporate” di
luar KPK atau lembaga lain sesuai dengan sektor pencegahan korupsi dan isu
strategis . KPK juga melakukan program kampanye dan sosialisasi antikorupsi.
Kegiatan dilaksanakan di berbagai tempat, baik sekolah hingga pusat keramaian.
Kegiatan tersebut, ditujukan untuk menggalang kesadaran
Tidak hanya itu, dalam berbagai kasus, gratifikasi juga
dibungkus dengan kegiatan non kedinasan. Misalnya saja, pemberian bingkisan
pada saat pernikahan, hari besar keagamaan, dan sebagainya. Tetapi apapun
sampulnya, tetap saja gratifikasi sangat berbahaya. Bermula dari gratifikasi,
persaingan yang tidak sehat akan tercipta. Berawal dari gratifikasi pula, akan
terjadi suatu konflik kepentingan. KPK juga menyelenggarakan pendidikan antikorupsi
di setiap jenjang pendidikan.
Mulai anak usia dini hingga perguruan tinggi. Bahkan,
pendidikan serupa juga diberikan kepada masyarakat umum, termasuk kepada para
pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara. Untuk anak usia dini, KPK
antara lain menerbitkan buku serial Tunas Integritas, yang terdiri atas enam
buku.
Masing-masing berjudul
Ungu di Mana Kamu?, Ini, Itu?, Hujan Warna-warni, Byuur, Ya Ampun!, dan Wuush.
Buku tersebut disajikan dengan gambar yang menarik, menghibur, dan tidak
menggurui. Melalui buku tersebut, KPK berupaya menanamkan sembilan nilai
integritas kepada anak-anak usia dini. Yaitu, jujur, peduli, mandiri, disiplin,
tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil. Setiap buku juga
memiliki gaya dan ilustrasi yang berbeda-beda agar dapat memberikan stimulasi
visual bagi anak-anak. Sementara kepada para siswa, mulai SD hingga SMA, KPK
menerbitkan modul pendidikan antikorupsi yang diinsersikan ke dalam kurikulum
yang ada.
Begitu pula terkait penerimaan dan penetapan status
gratifikasi. Kewenangan ini juga memiliki peran penting dalam pencegahan,
karena selama ini budaya memberi “sesuatu” kepada penyelenggara negara dan
penegak hukum masih dianggap hal yang lumrah. Gratifikasi atau pemberian yang
terkait dengan jabatan tersebut, telah merebak hampir di semua strata. Pada
level terendah, seseorang dengan mudahnya memberi “imbalan” atau uang “terima
kasih” kepada petugas RT atau kelurahan yang telah mengurus pembuatan KTP.
Sedangkan pada level atas, hal yang sama juga diberikan terkait perizinan atau
proses pengadaan barang dan jasa (PBJ).
Tidak hanya itu, dalam berbagai kasus, gratifikasi juga
dibungkus dengan kegiatan non kedinasan. Misalnya saja, pemberian bingkisan
pada saat pernikahan, hari besar keagamaan, dan sebagainya. Tetapi apapun
sampulnya, tetap saja gratifikasi sangat berbahaya. Bermula dari gratifikasi,
persaingan yang tidak sehat akan tercipta. Berawal dari gratifikasi pula, akan
terjadi suatu konflik kepentingan. KPK juga menyelenggarakan pendidikan antikorupsi
di setiap jenjang pendidikan.
Mulai anak usia dini hingga perguruan tinggi. Bahkan,
pendidikan serupa juga diberikan kepada masyarakat umum, termasuk kepada para
pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara. Untuk anak usia dini, KPK
antara lain menerbitkan buku serial Tunas Integritas, yang terdiri atas enam
buku.
Masing-masing berjudul
Ungu di Mana Kamu?, Ini, Itu?, Hujan Warna-warni, Byuur, Ya Ampun!, dan Wuush.
Buku tersebut disajikan dengan gambar yang menarik, menghibur, dan tidak
menggurui. Melalui buku tersebut, KPK berupaya menanamkan sembilan nilai
integritas kepada anak-anak usia dini. Yaitu, jujur, peduli, mandiri, disiplin,
tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil. Setiap buku juga
memiliki gaya dan ilustrasi yang berbeda-beda agar dapat memberikan stimulasi
visual bagi anak-anak. Sementara kepada para siswa, mulai SD hingga SMA, KPK
menerbitkan modul pendidikan antikorupsi yang diinsersikan ke dalam kurikulum
yang ada.
Sedangkan kepada mahasiswa, pendidikan juga diberikan ke
dalam maata kuliah Pendidikan Antikorupsi. Sementara kepada masyarakat umum,
KPK memiliki Anti Corruption Learning Center (ACLC), yang merupakan pusat
pendidikan antikorupsi. ACLC fokus pada pengembangan kapasitas “corporate” di
luar KPK atau lembaga lain sesuai dengan sektor pencegahan korupsi dan isu
strategis . KPK juga melakukan program kampanye dan sosialisasi antikorupsi.
Kegiatan dilaksanakan di berbagai tempat, baik sekolah hingga pusat keramaian.
Kegiatan tersebut, ditujukan untuk menggalang kesadaran dan kesamaan
persepsi tentang pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sedangkan kerjasama internasional dilakukan dengan berbagai
lembaga antikorupsi, baik Singapura, Hong Kong, Korea, Kuwait, Filipina, dan
lain-lain. Bahkan untuk kerjasama internasional, reputasi KPK sangat baik di
mata dunia. Tidak sedikit mereka mengirimkan tenaga penyidik untuk belajar di
KPK
Kerjasama tersebut terbukti efektif untuk mempercepat upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Di dalam negeri, kerjasama antara lain
dilakukan dengan Tentara Nasional Indonesia, PPATK, Direktorat Jenderal Pajak,
Badan Pertahanan Nasional, Perusahaan Jasa Telekomunikasi, Perbankan,
Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, beberapa
perguruan tinggi, dan sebagainya.
Kegiatan sosialisasi menjadi awal bagi upaya pencengahan
korupsi dan pembangunan budaya anti korupsi dan pembangunan budaya anti
korupsi. Tugas lain di bidang pencegahan adalah melakukan kerja sama bilateral
atau multilateral, baik secara nasional maupun internasional. Tugas tersebut
tak kalah strategis, karena KPK tak mungkin melakukan pemberantasan korupsi
sendirian.
Kerjasama tersebut terbukti efektif untuk mempercepat upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Di dalam negeri, kerjasama antara lain
dilakukan dengan Tentara Nasional Indonesia, PPATK, Direktorat Jenderal Pajak,
Badan Pertahanan Nasional, Perusahaan Jasa Telekomunikasi, Perbankan,
Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, beberapa
perguruan tinggi, dan sebagainya.
Sedangkan kerjasama internasional dilakukan dengan berbagai
lembaga antikorupsi, baik Singapura, Hong Kong, Korea, Kuwait, Filipina, dan
lain-lain. Bahkan untuk kerjasama internasional, reputasi KPK sangat baik di
mata dunia. Tidak sedikit mereka mengirimkan tenaga penyidik untuk belajar di
KPK
Post a Comment