Syaikh
Abul Hasan Asy-Syazili (bahasa Arab: أبو الحسن الشاذلي) (lahir Ghumarah, Maroko, 593H/1197 - wafat
Humaitsara, Mesir, 656H/ 1258M). Beliau lahir di desa Ghumarah, dekat kota
Sabtah, daerah Maghribi (sekarang termasuk wilayah Moroko, Afrika Utara) pada
tahun 593 H/1197 M. Anak murid beliau yang paling utama ialah Imam Abul Abbas
al-Mursi.
BIOGRAFI
Nama
lengkapnya adalah Abul Hasan Asy-Syadzili Al-Hasani. Nasab atau garis keturunan
Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili bersambung sampai dengan Rasulullah SAW.
Berikut
ini nasab Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili: Abul Hasan, bin Abdullah Abdul
Jabbar, bin Tamim, bin Hurmuz, bin Hatim, bin Qushay, bin Yusuf, bin Yusya',
bin Ward, bin Baththal, bin Ahmad, bin Muhammad, bin Isa, bin Muhammad, bin
Hasan, bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah binti Rasulullah Saw Sebagian besar
sumber yang berbicara tentang sejarah Asy-Syadzili sepakat bahwa dia lahir di
negeri Maghribi pada tahun 593 H (1197 M), di sebuah desa yang bernama
Ghumarah, dekat kota Sabtah (sekarang kota Ceuta, berdekatan Sepanyol di Afrika
Utara). Dia tumbuh di desa ini.
$ads={1}
Dia
menghafal Al-Quranul Karim dan mulai mempelajari ilmu syariat. Kemudian dia
pergi ke kota Tunisia ketika masih sangat muda. Dia tinggal di sebuah desa yang
bernama Syadzilah. Oleh kerana itu, beliau dinisbatkan kepada desa tersebut
meskipun dia tidak berasal dari sana, sebagaimana dikatakan oleh penulis
al-Qamus. Ada juga yang mengatakan bahawa beliau dinisbatkan kepada desa
tersebut kerana beliau tekun beribadah di sana.
CIRI - CIRI PRIBADI
Syaikh
Abul Hasan Syadzili berkulit sawo matang, berbadan kurus, perawakannya tinggi,
pipinya tipis, jari-jari kedua tangannya panjang, dan lidahnya fasih serta
perkataannya baik. Dia tidak terlalu membatasi diri dalam makan dan minum. Dia
selalu mengenakan pakaian yang indah setiap kali memasuki masjid. Dia tidak
pernah terlihat memakai baju-baju sederhana sebagaimana yang dipakai oleh
sebagian sufi, bahkan selalu mengenakan pakaian bagus. Beliau menyukai kuda,
memelihara, dan menungganginya. Dia selalu menasihatkan untuk bersikap
sederhana.
Syekh
Abul Hasan Syadzili tentu tidak ada yang meragukan kezuhudannya, namun
kehidupan beliau sangat memperhatikan pakaian dan penampilan (persis pribadi
Gus Miek). Rumah beliau bagus, tanah pertaniannya luas, dan memiliki kuda-kuda
yang kuat dan tegap. Kerana baginya kesufian adalah gerak batin seorang hamba,
harta dan kekayaan boleh ada ditangan tetapi jangan sampai melekat dan ada di
dalam hati.
Suatu
ketika Syekh Abul Hasan Syadzili ditanya oleh seseorang mengapa penampilannya
mewah dan menaiki kereta kuda yang indah, padahal dia adalah seorang ulama
sufi? Maka beliau menjawab bahwa agar ia tidak terkesan sebagai orang yang
perlu kepada orang lain, karena hanya kepada Allah lah kita menggantungkan
kebutuhan.
Beliau
juga pernah berkata kepada muridnya Syaikh Abul Abbas Al Mursyi, “Kenalilah
Allah, lalu hiduplah sesukamu”
Syaikh
Abul Hasan Asy-Syadzili juga berpesan kepada murid-muridnya,
“Anakku
dinginkan air yang akan kau minum. Sebab, jika kau minum air hangat lalu
mengucap Alhamdulillah tak ada semangat dalam ucapanmu itu. Berbeda jika kau
meminum air dingin, lalu mengucap Alhamdulillah niscaya seluruh organ tubuhmu
turut mengucap Alhamdulillah”.
Begitulah
cara Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili memandang kehidupan seorang mu’min harus
selaras dengan do’a yang selalu dibacanya “Fiddun-ya hasanah wa fil akhiroti
hasanah” bahagia dunia akhirat.
Syekh
Abul Hasan menekankan kepada murid-muridnya untuk menapaki jalan ma’rifat dan
mahabbah kepada Allah SWT. Kerana siapa yang mencintai Allah, mencintai kerana
Allah, berarti telah sempurna dan tidak terjebak pada kelazatan duniawi yang
palsu. Al hubb lillah wa fillah, cinta kerana Allah, dan bersama Allah menjadi
bagian terpenting bagi seorang hamba dalam bersuluk kepada-Nya.
HARTA KEKAYAAN MENURUT SYAIKH ABUL HASAN ASY-SYADZILI
Pada
suatu hari ada seseorang yang hendak bertemu dengan Syaikh Abul Hasan
Asy-Syadzili di rumahnya. Kerana belum tahu rumahnya ia bertanya kepada orang
lain, orang itu segera menuju ke tempat yang ditunjukkan, begitu sampai ke
alamat yang dituju ia tidak jadi masuk ke rumah itu, kerana ia mendapatkan
sebuah bangunan rumah bagai istana raja yang sangat mewah dan megah.
Dia
tidak percaya kalau itu rumah itu tempat tinggal Imam As-Syadzili yang
dicarinya. Dalam hatinya ia yakin bahwa seorang Wali tidak akan hidup semewah
itu. Seorang Wali adalah orang yang hidup sederhana dan pasti mengamalkan
zuhud, yaitu sikap menjauhi dunia. Melihat kenyataan itu ia segera pulang
tetapi di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang pengendali kereta kuda yang
mewah mempersilakan naik bersamanya. Dengan penuh rasa was-was akhirnya dia
menerima tawaran tersebut. Dalam pembicaraan di atas kereta diketahui bahwa
pengendali kereta itu tidak lain adalah Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili sendiri.
Mendengar
penuturan tersebut Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili kemudian memberikannya
segelas minuman anggur alami pilihan. Dia sangat kagum kerana seumur hidupnya
baru kali ini dia menikmati anggur seperti itu. Akhirnya semua perhatiannya
tertumpu pada gelas anggur tersebut.
Dia
kuatir jika anggur tersebut tumpah atau gelasnya lepas dari genggamannya
sehingga dia tidak menikmati pemandangan dalam perjalanannya dengan kereta
tersebut mengelilingi kota yang indah.
Setelah
selesai mengelilingi kota, kereta itu berhenti di halaman rumah Syaikh Abul Hasan
Asy-Syadzili tanpa disadari orang tersebut kerana dia terus saja memperhatikan
anggur tersebut. Dia baru sedar setelah Sang Syaikh bertanya kepadanya,
”Bagaimana pendapatmu mengenai perjalanan tadi apakah kamu dapat menikmati
keindahan kota?” Orang itu tidak dapat menjawab apa-apa.
Sebelum
dia menjawab Syaikh melanjutkan kata-katanya, ”Nah, antara kamu, keindahan kota
dan anggur di tanganmu itu ibarat aku sendiri dengan hartaku dan Allah dalam
batinku (qolbuku). Kerana perhatianku tertuju hanya kepada Allah, aku tidak
pernah peduli apakah kota ini indah atau tidak.”
Orang
itu baru memahami apa yang dilihat dan didengarnya. Ia bahagia kerana
mendapatkan arti zuhud yang sesungguhnya dari Sang Syaikh.
Syaikh
Abul Hasan Asy-Syazili kemudian hari menerima ijazah dan bai’at sebuah thoriqot
dari asy Syekh Abdus Salam bin Masyisy yang rantai silsilah thoriqot tersebut
menyambung tiada putus sampai berhujung kepada Allah SWT.
Hari ke
hari Beliau merasakan semakin terbukanya mata hati beliau. Beliau banyak menemukan
rahasia - rahasia Ilahiyah yang selama ini belum pernah dialaminya. Sejak saat
itu pula Beliau semakin merasakan dirinya kian dalam menyelam ke dasar samudera
hakekat dan ma’rifatulloh. Hal ini tentunya kerana kemuliaan barokah yang
terpancar dari ketaqwaan sang guru, Asy Syekh Abdussalam bin Masyisy,
rodhiyallahu ‘anhu.
SYAIKH DAN KOPI
Suatu ketika Syaikh Abul Hasan mendatangi kediaman gurunya, Syaikh Abdussalam Al-Masyisyi, di puncak suatu bukit untuk keperluan meminta ijazah doa untuk diwiridkan. Akan tetapi, oleh sang guru justru diperintahkan untuk menemui sahabat beliau, yang juga seorang wali yang keramat di Desa Syadzil.
Mendapat
perintah itu, Syaikh Abul Hasan segera mohon izin pergi dari gurunya. Pada
awalnya ia bermaksud untuk langsung pergi ke desa yang membutuhkan waktu satu
bulan perjalanan kaki tersebut pada hari itu juga. Akan tetapi, kerana ada
perhitungan lain, akhirnya beliau pergi pada keesokan harinya. Hal ini rupanya
sudah diketahui oleh gurunya di Syadzil. Keesokan harinya, sampailah dia di
Syadzil. Jarak satu bulan perjalanan, dengan karomahnya, ia tempuh tak lebih
dari 1 jam (seperti karomah Gus Miek).
“Hai
Abul Hasan, sebenarnya sudah sejak kemarin saya tunggu kamu datang. Wirid yang
kamu inginkan itu cara mengamalkannya cukup berat, tetapi saya selalu sesuaikan
dengan keadaan orang yang akan mengamalkannya. Kamu saya anggap cukup kuat,
oleh kerananya, kamu saya buatkan syarat, amalkan wirid ini selama 40 malam
berturut-turut tanpa batal wudlu. Dan kamu akan saya berikan kenang-kenangan.
Namamu akan saya tambah dengan nama negeri ini menjadi Abul Hasan
Asy-Syadzili”.
Syaikh
Abul Hasan menerima anugerah dari sahabat gurunya itu dan langsung meminta izin
pergi.
Sewaktu dia mengamalkan wirid itu, beliau merasa lain dari biasanya. Wirid yang diijazahkan sahabat gurunya itu ternyata sangat berat diamalkan, tidak seperti mewiridkan doa-doa yang lain. Pada malam terakhir beliau tak tahan ngantuk lalu tertidur, dan kerananya beliau harus memulainya lagi dari malam awal pertama. Begitu berulang-ulang. Akhirnya ia melaksanakan salat hajat mohon kepada Allah supaya bertemu dengan Baginda Nabi Muhammad saw.
Doanya
makbul, mimpinya didatangi Rasulullah.
“Wahai
Rasulullah, saya diberi wirid oleh sahabat guru saya, tetapi sampai sekarang saya
belum bisa menyelesaikan cara pengamalannya. Saya mohon petunjuk", tanya
di dalam mimpi kepada Baginda Nabi SAW.
Jawab
Rosulullah, “Hai Abul Hasan, ini saya bawakan biji-bijian yang banyak terdapat
di tempatmu, tetapi orang-orang belum tahu kegunaannya. Biji ini jemurlah,
goreng kering-kering sampai menjadi arang, kemudian tumbuklah sampai lembut,
dan sesudah itu baru kau seduh dengan air mendidih. Air itulah yang kamu minum
setiap malam, insya Allah kamu tidak akan mengantuk.”
Esoknya
tahulah beliau bahwa biji yang diberi Baginda Nabi saw dalam mimpinya itu
adalah biji kopi. Dia melaksanakan petunjuk Baginda Nabi saw hingga akhirnya
menjadi orang pertama yang tahu gunanya biji kopi, yakni supaya kuat berjaga
malam demi beribadah kepada Allah.
$ads={1}
Tapi dasar orang yang memiliki karomah, setelah mengambil biji kopi banyak-banyak, ia gorenglah biji-biji itu sampai kering. Api dinyalakan di bawah lutut, dan yang menjadi tungkunya adalah kedua lutut dan perutnya itu. Tangan kanannya untuk menggoyang biji kopi supaya pembakarannya rata, sedangkan tangan kirinya menjadi kipasnya. Sekalipun biji kopinya sudah menjadi arang, ia tidak merasa panas. Dan anehnya, pakaiannya sehelai pun di antara benangnya tidak terbakar, tidak pula kotor.
Sejak saat itu beliau dapat menahan wudhunya sampai 40 malam tanpa batal. Oleh karena itu, pantaslah bila kebiasaan orang-orang dahulu ketika hendak meminum kopi, mengirimkan fatihah kepada Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili.
Post a Comment